Rabu, 28 November 2012

DINASTI ABBASIAH


MAKALAH

DINASTI ABBASIYAH

Disusun Untuk  Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Prodi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah

Disusun Oleh:
Kelompok II
Muhammad Sahal Afifi        084101169
Raudah                                  084101170
Mufitatul Nur S                     084101172
Rina Susanti                          084101173
Januarti P Rosanti D             084101174
Yuli Astini                             084101175
Mochammad Rosyid             084101176
Muhammad Wasil                 084101177

Dosen Pembimbing: khoirul faizin M. Ag

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) JEMBER

November - 2011

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas karunia yang tak terhingga kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini berdasarkan dari beberapa referensi. Dengan harapan makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pembaca.
            Sholawat serta salam semoga tetap terhaturkan kepada junjungan kita Rosulullah SAW, yang telah membimbing kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang terang benderang yakni agama islam.
Dengan selesainya makalah ini, kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak memerlukan penyempurnaan, oleh sebab itu guna menyempurnakan makalah ini kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan.
Jember, November 2011

Penulis










BAB I
PENDAHULUAN
a.     Latar Belakang
            Perkembangan agama islam tidak terlepas dari pengaruh sejarah yang merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta yang tejadi  pada masa lalu dan hanya berlaku sekali. Persoalan penting yang perlu ditekuni lebih jauh adalah aspek yang menjadi pendorong munculnya kejayaan pada masa islam. Pertanyaannya adalah yang menjadi pemicu bagi timbulnya dinamika umat islam pada masa silam mencapai puncak kejayaannya.
            Agama mengalami kemajuan atau kemunduran karena pemeluknya, bukan karena ajarannya semata. Kemajuan peradaban masa islam terbukti dengan lebih berkembangnya ilmu pengetahuan dengan dukungan politik dan ekonomi. Adanya dukungan dari pemegang kebijakan politik dan ekonomi dalam memeberikan stimulasi bagi kegiatan keilmuan mendorong berkembangnya tradisi keilmuan pada dunia islam.
            Kejayaan umat islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang diupayakan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan mengalami puncaknya pada masa dinasti Abbasiyah .
b.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?
2.      Apa saja potensi kebangkitan dan kekuatan Dinasti abbasiyah?
3.      Apa kontribusi akademis Abbasiyah dalam khasanah peradaban Islam?
c.      Tujuan
1.      Mengetahui proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah
2.      Memahami potensi kebangkitan dan kekuuatan Dinasti Abbasiyah
3.      Memahami kontribusi akademis Abasiyah dalam khasanah peradaban Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Dinasti abbasiyah didirikan pada tahun 750 M oleh Abu Abbas Abdullah As Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib bin Abdul Manaf merupakan kelanjutan dari pemerintahan Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus, Syuriah. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Imperium (kekuasaan) dari Dinasti Abbasiyah diwarisi oleh Dinasti Umayyah. Dimungkinkan hasil besar yang telah dicapai oleh Dinasti Abbasiyah karena landasannya telah dpersiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah memanfaatkannya.[1]
Abbasiyah adalah Dinasti Arab terlama, berkisar antara 750 – 1258 M. Pemerintahan mereka berlangsung selama lima abad. Namun sebetulnya tidak demikian, dalam seratus tahun pertama puncak kejayaan mereka capai yang dilambangkan oleh pemerintahan Harun Al-Rasyid yang terkenal.[2] Dinasti Abbasiyah berkedudukan di Baghdad. Kurang lebih tiga puluh tujuh kholifah pernah berkuasa di negeri ini secara turun temurun.
Keberhasilan Dinasti Abbasiyah disebabkan dasar-dasarnya telah berakar semanjak Dinasti Umayyah berkuasa. Ditinjau dari proses pembentukanya, Dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar:
1.      Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari Dinasti sebelumnya.
2.      Dasar Universal, tidak berlandaskan atas kesukuan.
3.      Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
4.      Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat islam.
5.      Pemerintahan bersifat muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja diantara ras-ras lain.
6.      Hak memerintah sebagai ahli waris Nabi masih tetap ditangan mereka.
Pandangan-pandangan tentang Abbasiyah bisa dibagi menjadi dua bagian.
Bagian pertama: dimulai pada abad pertama era hijriyah, dan berakhir dengan penggabungan Abu Muslim Al Qurasani. Pengembangan propaganda ini tidak melibatkan pasukan perang sama sekali pada waktu itu, untuk para guru penerang, mereka kerap kali mengunjungi propinsi-propinsi muslim untuk berdagang atau untuk haji ke Mekkah.
Bagian kedua: dimulai dengan menggabungnya Abu Muslim dalam melancarkan propaganda Abbasiyah ini, dan dari sini perselisihan antara bani Umayyah dan Abbasiyah memuncak. Hal ini yang menyababkan dimulainya perang sengit yang berakhir dengan jatuhnya bani umayyah.[3]
Untuk pertama kalinya dalam sejarah islam, di sisi singgasana khalifah tergelar karpet yang digunakan sebagai tempat eksekusi. As Saffah menjadi pendiri Dinasti Arab ketiga – setelah Khulafa Ar Rasyidin dan Dinasti Umayyah – yang sangat besar dan berusia lama yakni dari tahun 750 s/d 1258 M. Pada masa pemerintahan,Abu Al Abbas (Al-Saffah) khalifah mereka, walaupun saudaranya Abu Ja’far lebih tua. Dengan alasan bahwa Ibnu Abbas adalah bangsa Arab, sedangkan ibu Abu Ja’far adalah wanita budak belian.
Abu Saffah kemudian pindah ke Anbar, sebelah barat sungai Euphrate, 10 leage dari Baghdad. Dia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk memerangi pemimpin-pemimpin Arab yang membantu Umayyah. Dia mengusir mereka kecuali Abdur Rahman yang tidak seberapa lama mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As Saffah juga memutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah. Saffah membunuh Abu Salamah, dikenal sebagiai menteri (waziir) dari keluarga Nabi Muhammad, seperti halnya dia membunuh Abu Hubayra, salah seorang dari pemimpin bani Umayyah zaman Marwan II setelah memberi kebebasan kepadanya. Sebelum dia bisa membunuh pemimpin besar Abu Muslim Saffah, sendiri meninggal dunia.  Seluruh anggota keluarga abbas dan pemimpin umat islam, menyatakan setia kepada Abu As Syaffah sebagai  pemegang pemerintahan, meskipun mereka tidak terlalu berkuasa.
Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai penghubung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan negara teokrasi, yang menggantikan pemerintahan sekuler Dinasti Umayyah. Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada sholat jum’at, khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara sepupunya, Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, masa pemerintahannya begitu singkat. As Saffah meninggal (754 – 775 M) karena penyakit cacar air ketika berusia 30-an pada tahun 136 H di Anbar.[4]

B.     Potensi Kebangkitan dan Kekuatan Dinasti Abbasiyah
            Kejayaan Bani Abbasiyah berada pada fase delapan kholifah berikutnya. Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (775-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809-813M), Al-Ma’mun (813-833 M), Al-Mustashim (833-842 M), Al-Watsiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil (847-861 M).[5]
Berikut adalah potensi kebangkitan dan kekuatan Dinasti Abbasiyah yang meliputi segala aspek kehidupan sebagai berikut:
1.      Biro- biro Pemerintahan Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah memiliki kantor pengawas (dewan az-zimani) yang pertamakali dikenalkan oleh Al-mahdi, dewan korespondensi atau kantor arsip (dewan at-taqwi). Dewan penyelidik keluhan (dewan an-nazar fi al-mazhalini) adalah jenis pengadilan tingkat tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administrratif dan politik.
2.      Sistem Militer
Sistem militer terorganissi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara reguler. Pasukan pengawal khalifah (hams) mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan. Selain mereka ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta berbagai pasukan dari berbagai suku dan distrik. Pasukan tetap yang betugas aktif disebut murtaziqah (pasukan dibayar secara berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muta-thawwi’ah (sukarelawan) yang hanya menerima gaji ketika bertugas.
3.      Wilayah Pemerintahan
Pembagian wilayah tidak mengalami perubahan berarti pada masa Dinasti Abbasiyah setelah era Dinasti Umayyah. Berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifahan Baghdad: 1. Afrika di sebelah barat gurun Libya bersama dengan Silsilia, 2. Mesir, 3. Suriah dan Palestina yang terkadang di pisahkan, 4. Hijaj dan Yamamah (Arab tengah), 5. Yaman dan Arab selatan, 6. Bahrain dan Oman, dengan Basrah dan Irak sebagai ibu kotanya, 7. Sawad atau Irak (Messopotania bawah), dengan kota utamanya setelah Baghdad, yaitu Kuffah dan Wash, 8. Jazira (yaitu kawasan Asiria kuno, bukan semenanjung Arab). Dengan ibu kota Mosul, 9. Azerbaijan, dengan kota-kota besarnya, seperti Adabil, Tibris, dan Marogah, 10. Jibal (perbukitan, media kuno) kemudian di kenal dengan Irak Azami ( Iraknya orang Persia), dengan kota utamanya adalah Ramadhan.
4.      Perdagangan dan industri
Sejak masa khalifah kedua Abasiyah, Al Mansyur, sumber Arab paling awal yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainya pada abad ke 3 H. Tulang punggung perdagangan ini adalah sutra, kontribusi orang Cina kepada dunia barat. Biasanya, jalur perdagangan yang disebut “jalan sutra”, menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina, sebuah wilayah yang kini tidak banyak dilalui dibanding wilayah-wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.
Disebelah barat para pedagang islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Seribu tahun sebelum de lessepes, khalifah harun mengemukakan gagasan tentang menggalikan di sepanjang ists-mus di suez. Namun, perdagangan di Mediterania Arab tidak pernah mencapai kemajuan yang berarti.
Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra dari kawasan asia yang lebih jauh, juga mengimpor gading, kayi eboni, dan budak kulit hitam dari afrika.
5.      Perkembangan bidang pertanian
Bidang pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah karena pusat pemerintahnnya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru . lahan-lahan pertanian yang terlantar, dan desa yang hancur diberbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun kembali secara bertahap.
6.      Islamisasi masyarakat
Sebanyak 5000 orang kristen Banu Tanukh didekat Allepo mengikuti perintah khalifah Al Mahdi. Proses konversi secara normal berjalan lebih gradual, damai, dan bersifat pasti.  Kebanyakan konversi yang dilakukan oleh penduduk taklukan didorong oleh motif kepentingan individu, agar terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang membatasi, agar mendapat prestise sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan keamanan yang lebih besar. Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam pada abad ketiga setelah wilayah itu dikuasai Islam. Sebelum mereka menganut Zoroaster.
7.      Bidang kedokteran
Dari tulisan ibnu maskawyah, kita mendapatkan risalah sistematik berbahasa Arab tentang Obtal Mologi. Minat orang arab terhadap kedokteran diilhami oleh hadits Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok teologi dan kedokteran dengan demikian, seorang dokter sekaligus merupakan seorang teolog. Ali Ibn Al Abbas yang awalnya menganut ajaran Zoroaster sebagaimana terlihat dari namanya Al-Majusi dikenal sebagai penulis buku kitab Al-Maliki karya ini juga disebut kamil ash-shind’ah Ath-thibbiyah, sebuah kamus penting yang meliputi pengetahuan dan praktik kedokteran.
Nama paling terkenal dalam catatan kedokteran Arab setelah Ar-Razi adalah Ibnu Sina, Ar-Razi lebih menguasai kedokteran dari pada Ibnu Sina,sedangkan Ibnu Sina lebih menguasai filsafat dari pada Ar-Razi.
Diantara karya-karya ilmiahnya dua buku yang paling unggul adalah kitab assifa (buku tentang penyembuhan), sebuah buku ensiklopedia filsafat yang didasarkan atas tradisi Aristoteles yang telah dipengaruhi oleh neo-platonisme dan teologi islam, serta Al-qur’an fi Ath-thibb, yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab.
8.      Pendidikan dan perpustakaan dan toko buku
Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah Baith Al-Hikmah yang didirikan oleh Al-Ma’un (830 M) di Baghdad, Irak. Selain sebagai biro penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium.
Perpustakaan (Khizanat Al-Kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa buwaihi, Adud Ad-Dawlah (977-982) yang semua buku-bukunya di atas lemari-lemari, didaftar dalam catalog, dan diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran.
Selain perpustakaan, gambaran tentang budaya baca pada periode ini bisa juga dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko itu yang juga berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai muncul sejak awal kekhalifahan Abbasiyah. Ya’qub meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 891) ibukota Negara diramaikan oleh lebih dari seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama. Sebagian toko tersebut, sebagaimana toko-toko yang muncul di Damaskus dan Kairo.[6]

C.     Kontribusi Akademis dalam khasanah Peradaban Islam
Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah lebih banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah, menorah wajah dunia islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.
            Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al- Rasyid dan putranya Al- Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar, dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.

1.      Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan
Sebelum Dinasti Abbasiyah masjid selalu menjadi pusat kegiatan dunia islam sebagi muaranya. Masjid dijadikan sebagai center of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan: maktab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasa-dasar ilmu agama. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memeperdalam ilmunya, pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid bahkan kerumah gurunya.
Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah yang dipelopori Nizhamul Mulk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiayah. Nizhamul mulk merupakan pelopor pertama yang mendirikan sekolah dalam bentuk seperti sekarang ini yaitu madrasah. Madrasah ini dpat ditemukan di Baghdad, Balkhan, Naishabur, Hara, isfahen, Basrah, Mughsil, dan kota-kota lainnya. Yang meliputi madrasah dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.[7]
Selain itu juga ada  Bayt al-Hikmat: Perpustakaan, Penerjemahan, dan Obser-vatorium. Harun Al-Rasyid adalah yang banyak memanfaatkan kekayaan Negara untuk keperluan sosial: mendirikan rumah sakit, lembaga Pendidikan kedokteran dan lembaga pendidikan farmasi, serta pemandian umum. Pada zaman Harun Al-Rasyid umat islam sudah memiliki 800 Dokter.
Sejak abad ke-9 M , Baitil Al-Hikmah  dijadikan tempat penerjemahan filosof klasik di bawah bimbingan hunain ibn ishaq. Meraka menerjemahkan buku-buku filsafat karya galen, aristoteles dan plato. Di Baitul Al-Hikmah juga terdapat obser-vatorium astronomi untuk meneliti perbintangan. [8]
2.      Corak Gerakan Keilmuan
Gerakan keilmuan pada dinasti abbasiyah lebih bersifat spefisik. Kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada Al-qur’an dan Hadits; sedang astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
3.      Kemajuan dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang , terutama dua metode yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir Bi Al-Ra’yi. Dalam bidang hanya bersifat penyempurnaan pembukuandari catatan dan hafalan para sahabat. Pada jaman ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara ketat dikualisifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadit shahih, dhaif, dan mawdu’. Bahkan di kemukakan pula kritik sanad dan matan
Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqoha legendaris yang kita kenal imam hanafi, imam malik, imam syafi’i, dan imam ibnu hambali. ilmu lugho tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa arab yang semakin dewasa yang memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah nahwu, shorof, ma’ani, bayan, badi, arudh, dan insya.
4.      Kemajuan ilmu sains dan teknologi.
Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah di rekayasa oleh ilmuan muslim. Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu ibrahi Al-Faraji (777 M). Ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolobe yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti Al-Battani, lebih dikenal dibanding dengan Al Kwarijj dalam ilmu perbintangan, Al-Farghoni, membangun beberapa observatorium di Baghdad maupun di Yunde Shahpur.
b.      Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibnu Robban Al-Tabari. Pada tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal antara lain: sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shapur (iran), sekolah tinggi kedokteran di harron Syiria dan sekolah tinggi kedokteran di baghdad. Selain itu para dokter dan ahli kedokteran islam yang terkenal lainnya antara lain:  jabir bin hayyan (wafat tahun 161 H 778 M) dianggap sebagai bapak ilmu kimia, hunain bin ishaq (194-264 H=810-878 M) ahli mata terkenal, thabib bin Qurra (221-228 H=836-901 M), Ar-razi (251-313 H=809-873)
c.       Ilmu Kimia. Bapak ilmu kimia islam adalah Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M). sebenarnya banyak ahli kimia islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tukrai yang hidup pada abd ke-12 M.
d.      Sejarah dan Geografi. Pada masa Abbasiyah sejarahwan ternama abad ke-3 H adalah Ahmad Bin Al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Bin Ja’far Bin Jharir Al-Tabari kemudian ahli ilmu bumi yang termashur adalah Ibnu Hurdazabah (820-913 M).
e.       Ilmu Filsafat. Para Ahli filsafat yang terkenal antara lain: Al-Kindi, Al-Farabi (wafat tahun 390 H= 916 M), orang menyebut dengan Alpharbius, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, orang Eropa menyebut dengan Avicena. Al-Ghozali ia digelari sebagai Hujjatul Islam, Ibnu Rusyd orang Eropa menyebut sebagai Averois.
f.       Bidang Matematika, para ahli matematika yang terkenal antara lain Al-Farukan insinyur arsitek pembangunan kota Baghdad, Al-Khawarizmi, Pengarang kitab al-gebra (aljabar) ahli matematika terkenal, juga penemu angka nol, sedangkan angka 1-9 dari India namun dikembangkan olehnya. Banu nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.
g.      Ilmu Tafsir, ilmu tafsir pada masa ini terdiri dari tafsir bil Ma’sur, yaitu Alqur’an yang ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tafsir bin Ro’yi yaitu tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan atau pikiran. Di antara para ahli tafsir bin Ma’sur ialah Ibnu Jarir Al-Kabari, Ibnu Atiyah Al Andalusi, Al Suda’i mendasarkan tafsirnya kepada ibnu abbas dan ibnu Mas’ud serta yang terakhir adalah Muqotil ibnu Sulaiman.
Sedangkan ahli tafsir bin Ro’yi ialah: Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad Ibnu Bahar Isthani, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
h.      Ilmu Hadits, merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an, pada masa dinasti Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama:
·   Imam Al-Bukhari, yaitu Imam Abu Abdullah Muhammad Ibnu Abi Al Hasan, Al Bukhari, lahir di Bukhoro tahun 194 H. Dan wafat di Baghdad tahun 256 H. Hasil karyanya ialah Shahih Al Bukhari.
·   Imam Muslim, yaitu Abu Muslim Ibnu Al Hajaj Al Qushairi Nais Haburi wafat tahun 261 H di Naishabur. Hasil karyanya ialah Shahih Muslim.
·   Ibnu Majah, hasil karyanya yang berkembang ialah sunan ibnu Majah.
·   Abu Dawud, hasil karyanya ialah sunan Abu Dawud.
·   An Nasa’i, hasil karyanya ialah sunan An Nasa’i.
i.        Ilmu Kalam, diantara ilmu kalam yang berkembang adalah:
·   Jabariyah, tokohnya Jahm bin Sofyan, Ya’du bin Dirham
·   Qodariyah, tokohnya Ghilan Al Dimasyqy, Ma’bad Al Juhaini.
·   Mu’tazilah, tokohnya Washil bin Atha’.
·   Ahlus sunnah, tokohnya Abu hasan Al Asy’ary, Al Ghozali
j.        Ilmu Bahasa, Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi antar bangsa. Di antara para ahli bahasa itu ialah:
·   Sibawaihi, (wafat tahun 183 H)
·   Al-Kisai, (wafat tahun 198 H)
·   Abu Zakaria Al Farra (wafat tahun 208 H).[9]

















BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Dari uraian yang telah di paparkan pada halaman sebelumnya dapat di ambil beberapa kesimpulan di antaranya adalah Dinasti Abasiyah di didirikan pada tahun 132 H / 750 M oleh Abu Abbas As-Saffah yang mewarisi imperium Dinasti Umaiyyah.
Potensi kebangkitan dan kekuasaan Dinasti Abbasiyah mencakup semua aspek kehidupan di antaranya: biro-biro pemerintahan Abbasiyah, sistem militer, wilayah pemerintahan, perdagangan dan industri, perkembangan bidang pertanian, islamisasi masyarakat, bidang kedokteran, pendidikan,  perpustakaan, dan toko  buku.
Sedangkan kontribusi akademis Dinasti Abbasiyah dalam khasanah peradapan islam di buktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi dengan banyaknya tokoh-tokoh ilmuwan terkenal, lembaga serta kegiatan ilmu pengetahuan.  
b.      Saran
Demikianlah makalah yang kami tuliskan ini, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya teman-teman kami yang telah banyak membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa didalam makalah ini masih terdapat beberapa kesalahan, maka dari itu kami mengharapkan kirtik yang membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S., Membedah Islam (Bandung: Pustaka, 1997)
Hasan, Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1997)
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Islamika, 2008)
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Thohir, Ajid, Perkembangan Perdaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: raja grafindo persada,2004)


[1] Ajid thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: raja grofindo persada, 2004), 44.
[2] Akbar s. Ahmed, Membedah Islam (Bandung: Pustaka,1990), 64
[3] Hassan  ibrahim  hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (yogyakarta:kota kembang,1989), 100
[4] Ibid, 101-102

[5] Jaih mubarok, sejarah peradaban islam (bandung: pustaka islamika, 2008), 145
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia,2008), 130-137
[7] Ajid, Perkembangan, 50.
[8] Jaih, Sejarah, 146.
[9] Ajid, perkembangan, 52