MAKALAH
DINASTI ABBASIYAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Prodi Pendidikan Agama Islam
Jurusan Tarbiyah
Disusun
Oleh:
Kelompok
II
Muhammad
Sahal Afifi 084101169
Raudah 084101170
Mufitatul
Nur S 084101172
Rina
Susanti 084101173
Januarti
P Rosanti D 084101174
Yuli
Astini 084101175
Mochammad
Rosyid 084101176
Muhammad
Wasil 084101177
Dosen Pembimbing: khoirul faizin M. Ag
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JEMBER
November - 2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas
karunia yang tak terhingga kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini berdasarkan dari beberapa
referensi. Dengan harapan makalah ini dapat dimanfaatkan oleh para pembaca.
Sholawat
serta salam semoga tetap terhaturkan kepada junjungan kita Rosulullah SAW, yang
telah membimbing kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang terang benderang yakni agama islam.
Dengan selesainya makalah ini, kami
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak memerlukan
penyempurnaan, oleh sebab itu guna menyempurnakan makalah ini kritik dan saran
yang membangun selalu kami harapkan.
Jember, November 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Perkembangan
agama islam tidak terlepas dari pengaruh sejarah yang merupakan realitas masa lalu,
keseluruhan fakta yang tejadi pada masa
lalu dan hanya berlaku sekali. Persoalan penting yang perlu ditekuni lebih jauh
adalah aspek yang menjadi pendorong munculnya kejayaan pada masa islam.
Pertanyaannya adalah yang menjadi pemicu bagi timbulnya dinamika umat islam
pada masa silam mencapai puncak kejayaannya.
Agama
mengalami kemajuan atau kemunduran karena pemeluknya, bukan karena ajarannya
semata. Kemajuan peradaban masa islam terbukti dengan lebih berkembangnya ilmu
pengetahuan dengan dukungan politik dan ekonomi. Adanya dukungan dari pemegang
kebijakan politik dan ekonomi dalam memeberikan stimulasi bagi kegiatan
keilmuan mendorong berkembangnya tradisi keilmuan pada dunia islam.
Kejayaan
umat islam dalam sejarah terletak pada tingginya peradaban yang diupayakan
melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan mengalami puncaknya pada masa dinasti
Abbasiyah .
b.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?
2.
Apa
saja potensi kebangkitan dan kekuatan Dinasti abbasiyah?
3.
Apa
kontribusi akademis Abbasiyah dalam khasanah peradaban Islam?
c.
Tujuan
1.
Mengetahui
proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah
2.
Memahami
potensi kebangkitan dan kekuuatan Dinasti Abbasiyah
3.
Memahami
kontribusi akademis Abasiyah dalam khasanah peradaban Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah
Dinasti
abbasiyah didirikan pada tahun 750 M oleh Abu Abbas Abdullah As Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib bin Abdul Manaf
merupakan kelanjutan dari pemerintahan Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus,
Syuriah. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa Dinasti
ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Imperium
(kekuasaan) dari Dinasti Abbasiyah diwarisi oleh
Dinasti Umayyah. Dimungkinkan hasil besar yang telah dicapai oleh Dinasti
Abbasiyah karena landasannya telah dpersiapkan oleh Umayyah dan Abbasiyah
memanfaatkannya.[1]
Abbasiyah adalah
Dinasti Arab terlama, berkisar antara 750 – 1258 M. Pemerintahan mereka berlangsung selama lima abad.
Namun sebetulnya tidak demikian, dalam seratus tahun pertama puncak kejayaan
mereka capai yang dilambangkan oleh pemerintahan Harun Al-Rasyid yang terkenal.[2]
Dinasti Abbasiyah berkedudukan di Baghdad. Kurang lebih tiga puluh tujuh
kholifah pernah berkuasa di negeri ini secara turun temurun.
Keberhasilan Dinasti
Abbasiyah disebabkan dasar-dasarnya telah berakar semanjak Dinasti Umayyah berkuasa.
Ditinjau dari proses pembentukanya, Dinasti Abbasiyah didirikan atas
dasar-dasar:
1.
Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari Dinasti sebelumnya.
2.
Dasar Universal, tidak berlandaskan atas kesukuan.
3.
Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar
keningratan.
4.
Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat islam.
5.
Pemerintahan bersifat muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai
salah satu bagian saja diantara ras-ras lain.
6.
Hak memerintah sebagai ahli waris Nabi masih tetap ditangan mereka.
Pandangan-pandangan
tentang Abbasiyah bisa dibagi menjadi dua bagian.
Bagian
pertama: dimulai pada abad pertama era
hijriyah, dan berakhir dengan penggabungan Abu Muslim Al Qurasani. Pengembangan
propaganda ini tidak melibatkan pasukan perang sama sekali pada waktu itu,
untuk para guru penerang, mereka kerap kali mengunjungi propinsi-propinsi
muslim untuk berdagang atau untuk haji ke Mekkah.
Bagian
kedua: dimulai dengan menggabungnya Abu
Muslim dalam melancarkan propaganda Abbasiyah ini, dan dari sini perselisihan
antara bani Umayyah dan Abbasiyah memuncak. Hal ini yang menyababkan dimulainya
perang sengit yang berakhir dengan jatuhnya bani umayyah.[3]
Untuk pertama
kalinya dalam sejarah islam, di sisi singgasana khalifah tergelar karpet yang digunakan sebagai tempat
eksekusi. As Saffah menjadi pendiri Dinasti Arab ketiga – setelah Khulafa Ar
Rasyidin dan Dinasti Umayyah – yang sangat besar dan berusia lama yakni dari
tahun 750 s/d 1258 M. Pada masa pemerintahan,Abu Al Abbas (Al-Saffah) khalifah
mereka, walaupun saudaranya Abu Ja’far lebih tua. Dengan alasan bahwa Ibnu Abbas adalah
bangsa Arab, sedangkan ibu Abu Ja’far adalah wanita budak belian.
Abu Saffah kemudian
pindah ke Anbar, sebelah barat sungai Euphrate, 10 leage dari Baghdad. Dia
menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk memerangi
pemimpin-pemimpin Arab yang membantu Umayyah. Dia mengusir mereka kecuali Abdur
Rahman yang tidak seberapa lama mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As Saffah
juga memutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah. Saffah
membunuh Abu Salamah, dikenal sebagiai menteri (waziir) dari keluarga Nabi
Muhammad, seperti halnya dia membunuh Abu Hubayra, salah seorang dari pemimpin bani
Umayyah zaman Marwan II setelah memberi kebebasan kepadanya. Sebelum dia bisa
membunuh pemimpin besar Abu Muslim Saffah, sendiri meninggal dunia. Seluruh
anggota keluarga abbas dan pemimpin umat islam, menyatakan setia kepada Abu As
Syaffah
sebagai pemegang pemerintahan, meskipun mereka tidak terlalu
berkuasa.
Orang Abbasiyah
mengklaim dirinya sebagai penghubung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan
negara teokrasi, yang menggantikan pemerintahan sekuler Dinasti Umayyah.
Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana kerajaannya, dalam berbagai kesempatan
seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagai khalifah dan pada sholat jum’at,
khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah dikenakan oleh saudara
sepupunya, Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, masa pemerintahannya begitu singkat. As Saffah meninggal (754 – 775 M)
karena penyakit cacar air ketika berusia 30-an
pada tahun 136 H di Anbar.[4]
B.
Potensi Kebangkitan dan Kekuatan
Dinasti Abbasiyah
Kejayaan
Bani Abbasiyah berada pada fase delapan kholifah berikutnya. Al-Mahdi (775-785
M), Al-Hadi (775-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809-813M), Al-Ma’mun
(813-833 M), Al-Mustashim (833-842 M), Al-Watsiq (842-847 M), dan Al-Mutawakkil
(847-861 M).[5]
Berikut adalah potensi kebangkitan dan
kekuatan Dinasti Abbasiyah yang meliputi segala aspek kehidupan sebagai
berikut:
1.
Biro- biro Pemerintahan Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah
memiliki kantor pengawas (dewan az-zimani) yang
pertamakali dikenalkan oleh Al-mahdi, dewan korespondensi atau kantor arsip (dewan
at-taqwi). Dewan penyelidik keluhan (dewan an-nazar
fi al-mazhalini) adalah jenis pengadilan tingkat tinggi
untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administrratif dan politik.
2.
Sistem Militer
Sistem
militer terorganissi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan
dan pengajaran
secara reguler. Pasukan pengawal khalifah (hams) mungkin merupakan satu-satunya
pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan. Selain mereka
ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta berbagai pasukan dari berbagai
suku dan distrik. Pasukan tetap yang betugas aktif disebut murtaziqah
(pasukan dibayar secara berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muta-thawwi’ah
(sukarelawan) yang hanya
menerima gaji ketika bertugas.
3.
Wilayah Pemerintahan
Pembagian
wilayah tidak mengalami perubahan berarti pada masa Dinasti Abbasiyah setelah era Dinasti Umayyah. Berikut ini merupakan provinsi-provinsi
utama pada masa awal kekhalifahan Baghdad: 1. Afrika di sebelah barat gurun Libya bersama dengan Silsilia, 2. Mesir, 3. Suriah dan Palestina yang terkadang di pisahkan, 4. Hijaj dan Yamamah
(Arab tengah), 5. Yaman dan Arab selatan,
6. Bahrain dan Oman, dengan Basrah dan Irak sebagai ibu kotanya, 7. Sawad atau Irak
(Messopotania bawah), dengan kota utamanya
setelah Baghdad, yaitu Kuffah dan Wash, 8. Jazira (yaitu kawasan Asiria kuno,
bukan semenanjung Arab). Dengan ibu kota Mosul, 9. Azerbaijan, dengan kota-kota
besarnya, seperti Adabil, Tibris, dan Marogah, 10. Jibal (perbukitan, media
kuno) kemudian di kenal dengan Irak Azami ( Iraknya orang Persia), dengan kota
utamanya adalah Ramadhan.
4.
Perdagangan dan industri
Sejak masa
khalifah kedua Abasiyah, Al Mansyur, sumber Arab paling awal yang menyinggung
tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari
laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainya pada abad
ke 3 H. Tulang punggung perdagangan ini adalah sutra,
kontribusi orang Cina kepada dunia
barat. Biasanya, jalur perdagangan yang disebut “jalan sutra”, menyusuri Samarkand
dan Turkistan Cina, sebuah wilayah yang kini tidak banyak dilalui dibanding
wilayah-wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.
Disebelah
barat para pedagang islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Seribu tahun sebelum de lessepes, khalifah harun mengemukakan gagasan tentang menggalikan di
sepanjang ists-mus di suez. Namun, perdagangan di Mediterania
Arab tidak pernah mencapai kemajuan yang berarti.
Pada masa Abbasiyah,
orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah,
kapur barus, dan sutra dari kawasan asia yang lebih jauh, juga mengimpor
gading, kayi eboni, dan budak kulit hitam dari afrika.
5.
Perkembangan bidang pertanian
Bidang
pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah karena pusat
pemerintahnnya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang
dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara
dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli yang
statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru . lahan-lahan pertanian
yang terlantar, dan desa yang hancur diberbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan
dibangun kembali secara bertahap.
6.
Islamisasi masyarakat
Sebanyak 5000
orang kristen Banu Tanukh didekat Allepo mengikuti perintah khalifah Al Mahdi.
Proses konversi secara normal berjalan lebih gradual, damai, dan bersifat
pasti. Kebanyakan konversi yang
dilakukan oleh penduduk taklukan didorong oleh motif kepentingan individu, agar
terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang membatasi, agar mendapat
prestise sosial dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan dan keamanan
yang lebih besar. Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam pada abad ketiga
setelah wilayah itu dikuasai Islam. Sebelum mereka menganut Zoroaster.
7.
Bidang kedokteran
Dari tulisan
ibnu maskawyah, kita mendapatkan risalah sistematik berbahasa Arab tentang Obtal
Mologi. Minat orang arab terhadap kedokteran diilhami oleh hadits Nabi yang
membagi pengetahuan
ke dalam dua kelompok
teologi dan kedokteran dengan demikian, seorang dokter sekaligus merupakan
seorang teolog. Ali Ibn Al Abbas yang awalnya menganut ajaran Zoroaster sebagaimana
terlihat dari namanya Al-Majusi dikenal sebagai penulis buku kitab Al-Maliki karya
ini juga disebut kamil ash-shind’ah Ath-thibbiyah, sebuah kamus penting
yang meliputi pengetahuan dan praktik kedokteran.
Nama paling
terkenal dalam catatan kedokteran Arab setelah Ar-Razi adalah Ibnu Sina, Ar-Razi
lebih menguasai kedokteran dari pada Ibnu Sina,sedangkan Ibnu Sina lebih
menguasai filsafat dari pada Ar-Razi.
Diantara
karya-karya ilmiahnya dua buku yang paling unggul adalah kitab assifa
(buku tentang penyembuhan), sebuah buku ensiklopedia filsafat yang didasarkan
atas tradisi Aristoteles yang telah dipengaruhi oleh neo-platonisme dan
teologi islam, serta Al-qur’an fi Ath-thibb, yang merupakan kodifikasi
pemikiran kedokteran Yunani-Arab.
8.
Pendidikan dan perpustakaan dan toko buku
Lembaga
pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah
Baith Al-Hikmah yang didirikan oleh Al-Ma’un (830 M) di Baghdad, Irak. Selain
sebagai biro penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian
akademis dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium.
Perpustakaan (Khizanat
Al-Kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa buwaihi, Adud Ad-Dawlah (977-982)
yang semua buku-bukunya di atas lemari-lemari, didaftar dalam catalog, dan
diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran.
Selain perpustakaan,
gambaran tentang budaya baca pada periode ini bisa juga dilihat dari banyaknya
toko buku. Toko-toko itu yang juga berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai
muncul sejak awal kekhalifahan Abbasiyah. Ya’qub meriwayatkan bahwa pada
masanya (sekitar 891) ibukota Negara diramaikan oleh lebih dari seratus toko
buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama. Sebagian toko tersebut,
sebagaimana toko-toko yang muncul di Damaskus dan Kairo.[6]
C.
Kontribusi Akademis dalam khasanah
Peradaban Islam
Dari perjalanan dan rentang sejarah,
ternyata Bani Abbas dalam sejarah lebih banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah.
Pergantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai
pergantian kepemimpinan,
lebih dari itu telah mengubah, menorah wajah dunia islam dalam refleksi
kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim
pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.
Kontribusi
ilmu terlihat pada upaya Harun Al- Rasyid dan putranya Al- Makmun ketika
mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang,
perpustakaan terbesar, dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
1.
Lembaga
dan kegiatan ilmu pengetahuan
Sebelum Dinasti
Abbasiyah masjid selalu menjadi pusat kegiatan dunia islam sebagi muaranya.
Masjid dijadikan sebagai center of education. Pada Dinasti Abbasiyah
inilah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lembaga
ini kita kenal ada dua tingkatan: maktab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak
mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar
dasa-dasar ilmu agama. Tingkat pendalaman,
para pelajar yang ingin memeperdalam ilmunya, pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid bahkan kerumah
gurunya.
Pada perkembangan selanjutnya mulailah
dibuka madrasah yang dipelopori Nizhamul Mulk yang memerintah pada tahun
456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiayah.
Nizhamul mulk merupakan pelopor pertama yang mendirikan sekolah dalam bentuk
seperti sekarang ini yaitu madrasah. Madrasah ini dpat ditemukan di Baghdad, Balkhan,
Naishabur, Hara, isfahen, Basrah, Mughsil, dan kota-kota lainnya. Yang meliputi
madrasah dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.[7]
Selain itu
juga ada Bayt
al-Hikmat: Perpustakaan, Penerjemahan, dan Obser-vatorium.
Harun Al-Rasyid adalah yang banyak memanfaatkan kekayaan Negara untuk keperluan
sosial: mendirikan rumah sakit, lembaga Pendidikan kedokteran dan lembaga
pendidikan farmasi, serta pemandian umum. Pada zaman Harun Al-Rasyid umat islam
sudah memiliki 800 Dokter.
Sejak abad ke-9 M , Baitil Al-Hikmah dijadikan tempat penerjemahan filosof klasik
di bawah bimbingan hunain ibn ishaq. Meraka menerjemahkan buku-buku filsafat
karya galen, aristoteles dan plato. Di Baitul Al-Hikmah juga terdapat obser-vatorium
astronomi untuk meneliti perbintangan. [8]
2.
Corak
Gerakan Keilmuan
Gerakan keilmuan pada
dinasti abbasiyah lebih bersifat spefisik. Kajian keilmuan yang kemanfaatannya
bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat
pada Al-qur’an dan Hadits; sedang astronomi, mantik dan sastra baru
dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
3.
Kemajuan
dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti
Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang , terutama dua metode yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir Bi Al-Ra’yi. Dalam bidang hanya bersifat penyempurnaan
pembukuandari catatan dan hafalan para sahabat. Pada jaman ini juga mulai
diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara
ketat dikualisifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadit shahih,
dhaif, dan mawdu’. Bahkan di kemukakan pula kritik sanad dan matan
Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqoha legendaris yang kita
kenal imam hanafi, imam malik, imam syafi’i, dan imam ibnu hambali. ilmu lugho
tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa arab yang semakin dewasa yang
memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah
nahwu, shorof, ma’ani, bayan, badi, arudh, dan insya.
4. Kemajuan
ilmu sains dan teknologi.
Kemajuan
ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah di rekayasa oleh ilmuan muslim.
Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Astronomi,
ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu
ibrahi Al-Faraji (777 M). Ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolobe
yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada
ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti Al-Battani, lebih dikenal dibanding dengan Al
Kwarijj dalam ilmu perbintangan, Al-Farghoni, membangun beberapa observatorium
di Baghdad maupun di Yunde Shahpur.
b. Kedokteran,
pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibnu Robban Al-Tabari. Pada
tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Ada beberapa perguruan tinggi
kedokteran yang terkenal antara lain: sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shapur
(iran), sekolah tinggi kedokteran di harron Syiria dan sekolah tinggi
kedokteran di baghdad. Selain itu para dokter dan ahli kedokteran islam yang
terkenal lainnya antara lain: jabir bin
hayyan (wafat tahun 161 H 778 M) dianggap sebagai bapak ilmu kimia, hunain bin
ishaq (194-264 H=810-878 M) ahli mata terkenal, thabib bin Qurra (221-228
H=836-901 M), Ar-razi (251-313 H=809-873)
c. Ilmu Kimia.
Bapak ilmu kimia islam adalah Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M). sebenarnya banyak
ahli kimia islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tukrai yang hidup pada abd
ke-12 M.
d. Sejarah dan Geografi.
Pada masa Abbasiyah sejarahwan ternama abad ke-3 H adalah Ahmad Bin Al-Yakubi,
Abu Ja’far Muhammad Bin Ja’far Bin Jharir Al-Tabari kemudian ahli ilmu bumi
yang termashur adalah Ibnu Hurdazabah (820-913 M).
e. Ilmu Filsafat.
Para Ahli filsafat yang terkenal antara lain: Al-Kindi, Al-Farabi (wafat tahun
390 H= 916 M), orang menyebut dengan Alpharbius, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu
Sina, orang Eropa menyebut dengan Avicena. Al-Ghozali ia digelari sebagai Hujjatul
Islam, Ibnu Rusyd orang Eropa menyebut sebagai Averois.
f. Bidang Matematika,
para ahli matematika yang terkenal antara lain Al-Farukan insinyur arsitek
pembangunan kota Baghdad, Al-Khawarizmi, Pengarang kitab al-gebra (aljabar)
ahli matematika terkenal, juga penemu angka nol, sedangkan angka 1-9 dari India
namun dikembangkan olehnya. Banu nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.
g. Ilmu Tafsir,
ilmu tafsir pada masa ini terdiri dari tafsir bil Ma’sur, yaitu Alqur’an yang
ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tafsir bin Ro’yi yaitu tafsir Al-Qur’an
dengan menggunakan atau pikiran. Di antara para ahli tafsir bin Ma’sur ialah
Ibnu Jarir Al-Kabari, Ibnu Atiyah Al Andalusi, Al Suda’i mendasarkan tafsirnya kepada
ibnu abbas dan ibnu Mas’ud serta yang terakhir adalah Muqotil ibnu Sulaiman.
Sedangkan
ahli tafsir bin Ro’yi ialah: Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad Ibnu Bahar
Isthani, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
h. Ilmu Hadits,
merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an, pada masa dinasti
Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama:
·
Imam Al-Bukhari, yaitu Imam Abu Abdullah
Muhammad Ibnu Abi Al Hasan, Al Bukhari, lahir di Bukhoro tahun 194 H. Dan wafat
di Baghdad tahun 256 H. Hasil karyanya ialah Shahih Al Bukhari.
·
Imam Muslim, yaitu Abu Muslim Ibnu Al Hajaj Al
Qushairi Nais Haburi wafat tahun 261 H di Naishabur. Hasil karyanya ialah
Shahih Muslim.
·
Ibnu Majah, hasil karyanya yang berkembang ialah
sunan ibnu Majah.
·
Abu Dawud, hasil karyanya ialah sunan Abu Dawud.
·
An Nasa’i, hasil karyanya ialah sunan An Nasa’i.
i.
Ilmu Kalam, diantara ilmu kalam yang berkembang
adalah:
·
Jabariyah, tokohnya Jahm bin Sofyan, Ya’du bin
Dirham
·
Qodariyah, tokohnya Ghilan Al Dimasyqy, Ma’bad
Al Juhaini.
·
Mu’tazilah, tokohnya Washil bin Atha’.
·
Ahlus sunnah, tokohnya Abu hasan Al Asy’ary, Al
Ghozali
j.
Ilmu Bahasa, Bahasa Arab dijadikan sebagai
bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi antar bangsa. Di
antara para ahli bahasa itu ialah:
·
Sibawaihi, (wafat tahun 183 H)
·
Al-Kisai, (wafat tahun 198 H)
·
Abu Zakaria Al Farra (wafat tahun 208 H).[9]
BAB
III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Dari uraian
yang telah di paparkan pada halaman sebelumnya dapat di ambil beberapa
kesimpulan di antaranya adalah Dinasti Abasiyah di didirikan pada tahun 132 H /
750 M oleh Abu Abbas As-Saffah yang mewarisi imperium Dinasti Umaiyyah.
Potensi
kebangkitan dan kekuasaan Dinasti Abbasiyah mencakup semua aspek kehidupan di
antaranya: biro-biro pemerintahan Abbasiyah, sistem militer, wilayah
pemerintahan, perdagangan dan industri, perkembangan bidang pertanian, islamisasi
masyarakat, bidang kedokteran, pendidikan,
perpustakaan, dan toko buku.
Sedangkan
kontribusi akademis Dinasti Abbasiyah dalam khasanah peradapan islam di buktikan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi dengan banyaknya
tokoh-tokoh ilmuwan terkenal, lembaga serta kegiatan ilmu pengetahuan.
b.
Saran
Demikianlah makalah yang kami tuliskan ini, semoga
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya teman-teman kami yang telah
banyak membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa didalam makalah ini masih
terdapat beberapa kesalahan, maka dari itu kami mengharapkan kirtik yang
membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Akbar S., Membedah Islam (Bandung: Pustaka, 1997)
Hasan, Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam
(Yogyakarta: Kota Kembang, 1997)
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka
Islamika, 2008)
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Thohir, Ajid, Perkembangan Perdaban di Kawasan Dunia Islam
(Jakarta: raja grafindo persada,2004)
[1] Ajid thohir,
Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam (Jakarta: raja grofindo persada, 2004), 44.
[5]
Jaih mubarok, sejarah peradaban islam (bandung: pustaka islamika, 2008), 145
[6]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia,2008),
130-137
[7]
Ajid, Perkembangan, 50.
[8] Jaih,
Sejarah, 146.