Rabu, 28 November 2012

PENGERTIAN HUMANISTIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung dari bagaimana cara proses belajar yang di alami oleh siswa sebagai anak didik.
            Pemakaian teori-teori belajar dengan situasi formal lebih di batasi  dalam lembaga pendidikan formal, yaitu sekolah. Pandangan/ teori tentang belajar menurut ahli tertentu akan mennentukan bagaimana seharunya “menciptakan” belajar itu sendiri, dan usaha itu lazimnya dikenal dengan mengaja. 
            Dalam belajar seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sehingga bagi pelajar adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor yang di maksud. Hal ini menjadi lebih penting tidak hanya bagi (calon-calon) pendidik, pembimbing dan pengajar di dalam mengatur dan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sedemikian hingga dapat terjadi proses belajar yang optimal.
            Di dalam proses belajar mengajar terjadilah sebuah interaksi antara berbagai komponen yang setiap komponen di usahakan saling pengaruh-mempengaruhi sedemikian hingga dapat tercapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Permasalahan muncul ketika bagaimana kita dapat mengenal siswa, aspek/ karakteristik apa yang dimilikinya serta bagaimana cara-cara untuk mempengaruhinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian aliran humanistic, sibernestik dan konstruktivistik?
2.      Teori humanistic, sibernestik dan konstruktivistik menurut para tokoh?
3.      Aplikasi teori humanistic, sibernestik dan konstruktivistik dalam pembelajaran?
4.      Kelemahan dan kelebihan teori humanistic, sibernestik dan konstruktivistik?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aliran Humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Humanistik berkembang menjadi a third force atau a third power atas reaksi terhadap dua aliran psikologi sebelumnya yaitu behaviorisme dan psikoanalisme/ psikoanalisa. Psikologi behaviorisme dipelopori oleh ivan Pavlov, behaviorisme merupakan aliran yang mempelajari perilaku individu yang diamati dengan tujuan untuk meramalkan dan mengontrol tingkah laku individu tersebut. Behaviorisme memandang manusia ibarat makhluk mekanistik yang dikendalikan kekuatan dari luar dirinya.
Psikoanalisis adalah aliran yang dipelopori oleh psikoanalisis ala freud. Merupakan aliran psikologi yang mencari akar atau sebab tingkah laku manusia dalam motivasi dan konflik yang ada di dalam bawah sadar. Psikologi behaviorisme dan psikoanalisis tidak memosisikan manusia sebagai manusia keduanya tidak bisa menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan penentu seperti: cinta, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Kekosongan inilah yang diisi oleh psikologi humanistikseperti yang dikemukakan oleh Victor E frankl “ saya pikir, sudah saatnya kita mengakui kenyataan bahwa manusia bukan sekedar mekanisme atau hasil pelaziman kita harus mengakui kemanusiaan manusia. Kini saatnya kita mengakui bahwa manusia adalah wujud yang selalu mencari makna dan akan terlanda keresahan hati bila makna yang dicarinya belum ditemukan.
Pada dasarnya, perkembangan psikologi humanistik bermula dari ajaran Santo Thomas Aquinas, tentang adanya kemauan bebas (freewill) manusia da tanggung jawab atas tindakan mereka. Namun dalam perkembangan selanjutnya, psikologi humanistik dipandang sebagai a new trend karena merupakan aliran psikologi paling menonjol pada tahun 1960-an.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memerhatikan dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitikberatkan pada kebesaran individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya. Nilai-nilai tanggung jawab personal, otonomi, tujuan, dan pemaknaan.
Dalam hal itu James Bugental(1964) mengemukakan lima dalil utama psikologi humanistic yaitu:
1.      Keadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen.
2.      manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya.
3.      Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain.
4.      Manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya.
5.      Manusia memiliki kesadaran dan sengajauntuk mencari makna, nilai, dan kreativitas.[1]
Fokus utamasecara psikologi humanistik dalam bidang pendidikan yaitu mengembangkan aspek individu secara totalitas, baik fisik, intelektual, emosional maupun social serta bagaimana seluruh aspek tersebut berinteraksi untuk mempengaruhi balajar serta motivasi belajarsiswa dalam mengaktualisasikan diri. Psikologi humanistic berpandangan bahwa manusia memiliki kekayaan jiwa yang sarat dengan potensi-potensi yang haus dikembangkan oleh karena itu psikologi harus lebih manusiawi mempelajari masalah-masalah kemanusiaan yang mencakup unsure kesadaran dan ketidak sadaran. Disamping itu manusia dipandang sebagai makhluk yang aktif bebas menentukan perilakunya sendiri karena memiliki kekuatan di dalam dirinya yang mendorong kearah aktualisasi diri dengan potensi-potensi yang dimilikinya.
Slavin mengmukakan bahwa pendidikan humanistik berarti pendidikan yang bercorak kemanusiaan. Tokoh yang menggagas pertama kali pendidikan humanistik dengan nilai-nilai kemanusiaan adalah Jean Jacques Rousseau dengan ide nya yang berbunyi “ man is good by nature and must discover that nature and follow it“ artinya manusia pada hakekat nya lebih baik, oleh karena itu hakekat tersebut harus ditemukan dan diikuti. Tokoh lain yang dianggap memberkan pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan sekarang adalah Jhon Dewey, Abraham Maslow dan Carl R. Rogers.
Dalam pendidikan humanistik, ada beberapa hal pokok yang mendasar yaitu:
1.      siswa harus memiliki pegangan substansial (a substantial hand) tentang arah pendidikan yang dilakukan, baik dalam hal memilih pelajaran dan tentang cara mempelajarinya.
2.      Adanya unsur rasa dan unsur cipta yang harus diperhatikan dan perlu dikembangkan dalam proses belajar mengajar karena kedua unsur tersebut terjadi  secara stimulant yakni ketika siswa berfikir pada saat itu juga mereka merasa. Hal tersebut menuntut agar seorang pendidik yang biasanya lebih banyak berperan sebagai fasilitator dari pada pemberi ilmu pengetahuan, agar tidak menciptakan jarak social dngan siswanya melainkan menjadi siswa senior yang selalu siap menjadi nara sumber, konsultan dan sebagai juru bicara.
3.      Pendidk harus menciptakan lingkungan kelas yang dapat menjamin proses belajar mengajar, sebab salah satu ciri kelas humanistik adalah lingkungan kelas yang aman dan nyaman agar siswa merasa yakin bahwa mereka dapat belajar dan dapat mengeerjakan hal-hal positif.
4.      Pendidikan humanistik diharapan untuk dapat membantu siswa agar mencapai perwujudan dirinya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya, sehingga tujuan humanistic dapat tercapai yaitu tercapainya derajat manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya ditengah kehidupan masyarakat sesuai potensi yang dimilikinya.[2]
Menurut Rogers ciri belajar terdiri dari:
1.      Belajar yang bermakna
Yaitu belajar yang terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik.
2.      Belajar yang tidak bermakna
Yaitu belajar yang terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek aliran, akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Rogers juga mengemukakan berapa prinsip belajar yang penting yaitu:
1.      Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu terhadap dunianya dan keinginan yang mendalam untuk mengekplorasi dan asimilasi pengalaman baru.
2.      Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa.
3.      Belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar.
4.      Belajar secara psrtisipatif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang yang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri.
5.      Belajar atas prakarsa diri sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama.
6.      Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri dan evaluasi dari orang lain tidak brgitu penting.
Menurut rogers peranan guru dalam kegiatan belajar siswa, menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam:
a.       Membantu menciptakn iklim kelas yang kondusif, agar siswa bersifat positif terhadap belajar.
b.      Membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan siswa untuk belajar.
c.       Membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar.
d.      Menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa.
e.       Menerima pertanyaan dan pendapat serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.[3]
Kelebihan dan Kekurangan Teori belajar Humanistik
Kelebihannya:
a.       Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula karena para siswa bebas menetukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka sendiri.
b.      Pendidik aliran Humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam pengembangan anak-anak (perbedaan dari per individu)
c.       Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkembangan siswa secara individual dan hubungan-hubungan manusia ini adalah suatu uasaha untuk mengimbangi keadaan-keadaan baru yang selalu yang di jumpai oleh siswa, baik di dalam masyarakat.
d.      Memperoleh pengetahuan secara meluas tentang sejarah, sastra, pengolahan strategi untuk berfikir produktif, karena pendekatan Humanistik merupakan suatu pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang yang dikehendaki secara sosial.
e.       Para siswa dapat memilih suatu pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan aktivitas-aktivitas kreatif yang akan dilakukan.
  Kekurangannya:
a.       Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
b.      Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.[4]



B.     Aliran Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.[5]
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory. Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia seperti komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.
Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail. [6]
Siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini. Teori ini memandang manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:
1)            Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
2)            Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3)            Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian informasi.
Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran. Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah, namun terjadi dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal.[7]
Kondisi internal peserta didik yang mempengaruhi proses belajar melalui proses pengolahan informasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam mengelola pembelajaran antara lain:
1.      Kemampuan awal peserta didik
2.      Motivasi
3.      Perhatian
4.      Persepsi
5.      Ingatan
6.      Lupa
7.      Retensi
8.      Transfer
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan informasi antara lain:
1.      Kondisi belajar
2.      Tujuan belajar
3.      Pemberian umpan balik                                   
aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi pelajaran.
4.   Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut.
5.  Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.   Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Sibernetik
Kelebihan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemrosesan informasi adalah:
1.            Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2.            Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3.            Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4.            Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
5.            Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6.            Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu.
7.            Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori ssibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.

C.    Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif[8]
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Adapun perkembangan kognitif itu dipengaruhi oleh tiga dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.[9]
Jadi teori ini menegaskan bahwa pengetahuan itu mutlak diperoleh dari konstruksi/pembentukan pemahaman dalam diri seseorang terhadap bahan yang mereka pelajari dan juga melalui pengalaman yang diterima oleh panca indra. Teori Pieget
Menurut Piaget perkembangan kognitif  sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif  memanipulasi dan aktif  berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan; pertama, pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian langsung alat, bahan, atau media belajar yang lain. Kedua, peranan guru sebagai seseorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar yang luas.
Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa suatu kerangka mental untuk memahami lingkungan mereka. Guru seharusnya menyediakan diri sebagai model dengan cara memecahkan masalah tersebut dan membicarakan hubungan antara tindakan dan hasil. Guru seharusnya hadir sebagai nara sumber, dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas yang memaksakan jawaban yang benar. Siswa harus bebas membangun pemahaman mereka sendiri. Pendidik juga harus belajar dari siswa. Mengamati siswa selama aktivitas meraka dan mendengarkan secara seksama pertanyaan mereka yang banyak mengungkapkan minat dan tingkat belajar mereka. Solusi siswa terhadap masalah dan pertanyaan mereka mencerminkan pandangan mereka.[10]
Aplikasi Teori Belajar dalam Kegiatan Pembelajaran
Menurut Teori Konstruktivistik
Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
1.      Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
2.      Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
3.      Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4.      Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
5.      Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstrutivistik
Kelebihannya:
a.       Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri
b.      Mengembangkan kemapuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.
c.       Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian aau pemahaman konsep secara lengkap
d.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.[11]
e.       Akan menghasilkan atau menemukan sebuah keterampilan yang di butuhkan karena belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan.
f.       Siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi.
g.      Siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru.
Kekurangannya:
a.       Sulit mengubah keyakinan Guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional.
b.      Guru Konstruktivistik dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
c.       Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu yang dekat.
d.      Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
e.       Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.



















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aliran Humanistik
Teori Humanistik mengemukakan bahwa kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi dan  teori ini percaya bahwa kreativitas dapat berkembang selama hidup. Perhatian psikologi tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan di bimbing oleh maksud-maksud pribadi  yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Aliran Konstruktivistik
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Aliran Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Aliran Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif


DAFTAR PUSTAKA

Desmita.2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Hadis, Abdul dan Nurhayati. 2010. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung:Ayabeta
Islamuddin, Haryu. 2011. Psikologi Pendidikan. Jember: STAIN Jember Pres
Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Remaja Grafindo Persada
w. Crapps, Robert. 1995. Dialog Psikologi Dan Agama. Yogyakarta: Kanisius
Yudhawati, Ratna dan Dani Haryanto. 2011. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya


[1] Mahmud, psikologi pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010),  24
[2]  Haryu Islamuddin, Psikologi pendidikan (Jember: Stain Jember Press, 2011), 126
[3]  Abdul hadis dan Nurhayati, Psikologi dalam pendidikan (Bandung: Alfaqfta, 2010),72
[4] Desmita,psikologi perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), hal 45
[5] Muhibbin Syah, Psikologi perkembangan peserta didik(Jakarta:PT. Raja grafindo persada,2011), hal.49
[6] Ratna Yadayati dan Dani Hariyanto, teori-teori dasar psikologi pendidikan,(Jakarta: PT Prestasi Pusta Karya, 2011), hal. 60
[7] W. Crapps, Robert, dialog psikologi dan agama,(Yogyakarta: Kanisius, 1995), hal. 90
[8] Drs. Wasti Soemanto. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. (Jakarta: RINEKA CIPTA, 1990). Hlm. 130
[9]Drs. Wasti Soemanto.  Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1990). Hlm. 129

[10] Drs. Wasti Soemanto. Ibid., hlm. 238
[11] Prof. Dr.  H. Yatim Riyanto, M. Pd. Paradiqma Baru Pembelajaran.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). Hlm. 147

1 komentar: